Selasa, 31 Maret 2009

MEMBINA SANTRI SECARA KAFFAH



Membina Santri Secara Kaffah

Pondok Mini Al-Kautsar Cirebon hingga kini telah mencetak lebih kurang 1.000 orang dai dan daiyah. Mereka mengabdi dan mengembangkan profesinya di tengah-tengah masyarakat, yang tersebar di seluruh Nusantara. Bahkan bagi yang mempunyai kompetensi berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional, mereka ada yang berdakwah sampai ke Luar Negeri, seperti Australia, Suriname, dan Malaysia, sebagai “Muballigh Internasional”.

BILA Anda menyusuri kawasan jalan terusan Pemuda, khususnya ketika memasuki kompleks perumahan “Binawan” yang tergolong mewah di Kota Cirebon, lebih kurang seratus meter sebelum Kampus UNTAG 1945, berdiri kokoh masjid bertingkat dua yang berkubah. Dengan gaya arsitektur yang khas, bertiang penyangga sangat kuat berwarna putih, dan pada halaman masjid terdapat taman pohon kurma, sehingga mengingatkan kita suasana seputar halaman masjid Quba di Madinah. Itulah Masjid Luhur Al-Kautsar Cirebon.

Berdirinya masjid yang megah itu berawal dari gagasan segenap tokoh pendirinya yang terdiri dari berbagai kalangan, bersama beberapa ulama masyarakat Kota Cirebon. Mereka adalah H. Mulyatno (Almarhum), Ir. H. Nasija Warnadi, MM, dr. H. Soebarno Kartawinata, H. Imam Mawardi, HR. Sunaryo, SH.MM, dan Drs. H. Mansyur Pribadi, M.Ag.

Obsesi para pendiri Masjid Luhur Al-Kautsar akan mencetak kaderisasi calon-calon pemimpin umat yang faham agama (tafaqqahu fiddiin). Kesadaran akan signifikasinya kaderisasi yang dicitakannya itu tentu membutuhkan wadah pembinaan khusus. Maka pada tahun 1982 didirikanlah sebuah masjid yang diberi nama Masjid Luhur Al-Kautsar. Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Abung Koesman, Walikota Cirebon ketika itu.

Filosofis pendirian masjid yang serba guna itu, yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Al-Kautsar, akan dijadikan wadah untuk melaksanakan ritual ajaran Islam secara kaffah. Ke depannya, masjid ini sudah dirancang sebagai wadah pembinaan kaderisasi yang faham agama dalam dimensi yang menyeluruh, baik agama, ekonomi, budaya, dan sosial kemasyarakatan, sebagaimana fungsi masjid di zaman Rasululloh SAW.

Pondok Pesantren Al-Kautsar, memiliki berbagai kegiatan, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Diantaranya adalah kajian tafsir Al-Qur’an dan Al-Hadits, pengenalan Ilmu Nahwu dan Sharaf, ilmu Tajwid, Tilawatil qur’an dan tujuh macam bacaan (qiraatussab’ah), ilmu Faraidz, hafalan surat-surat pendek dan doa-doa. Sedangkan untuk ekstrakurikuler meliputi apel malam untuk shalat tahajjud dan berdoa, membaca buku-buku perpustakan pondok, sepakbola, volley ball, bela diri pencak silat, tennis meja, futsal, senam santri, dll.

Bagi santri yang sudah dianggap cakap, mereka mengikuti ujian komprehensif, seleksi seluruh materi pelajaran yang telah diberikan selama mondok, yaitu penguasaan kitab-kitab himpunan Al Hadits. Seleksi tersebut bertujuan memberikan orientasi penyamaan visi dan misi sebagai dai dan daiyah, sesuai dengan harapan semula agar mereka kelak menjadi mujahid di jalan Allah (fii sabilillah), yang motivasinya hanya mengharapkan ridla Allah, dan menjadi pembaharu (mujaddid), untuk memperbaiki kehidupan umat pada umumnya, dan umat Islam pada khususnya.

Mereka yang dinyatakan lulus ujian, dikirim ke Pondok Burengan Kediri Jawa Timur untuk mengikuti seleksi yang terakhir. Materi ujiannya, lebih mengutamakan test perbuatan yang diamati para guru, yang terkadang tanpa sepengetahuan para santri yang tengah diuji. Diantaranya, bagaimana mengaktualisasikan praktik ibadah yang orientasinya hanya kepada Allah (star principle), yang jauh dari sifat-sifat riya’, takhayul, khurafat dan musyrik.

Para santri yang sedang menjalani test akhir ini juga akan diamati, bagaimana kemampuan mereka dalam meneladani kepemimpinan Rasulullah SAW (leadership principle), baik ketika masih di internal pondok, maupun dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Jadi, seorang muballigh diharapkan mampu memberi pencerahan kepada lingkungannya dimanapun mereka berpijak. Secara vertikal harus berusaha menjaga hubungan yang harmonis dengan Sang Ilahi, dan secara horizontal, juga harus berusaha menjaga hubungan yang kondusif dengan lingkungannya.

Mereka juga akan dipantau, sejauh mana kecintaan mereka terhadap ilmu, sebagai insan pembelajar yang berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Hadits (learning principle). Disamping itu juga mengenai visi jauh ke depan untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat (vision principle). Terakhir, penilaian terhadap sosial kemasyarakatan, seorang muballigh harus mampu bersinergi secara maksimal dalam segala peran (well organized principle).

Untuk memahami kandungan al-Quran dan al-Hadits, Pondok Pesantren al-Kautsar menggunakan metode mengajaran yang sangat praktis, disesuaikan dengan materi pelajaran yang sedang berlangsung, alias multi metode. Sehingga dalam waktu relatif singkat, lebih kurang tujuh belas bulan, para santri dapat menguasai al-Qur'an sebanyak tiga puluh juz, dan dua belas kitab himpunan Hadits.
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Pondok Al-Kautsar mengacu kepada lima pilar pendidikan.

Pertama, learning to know, artinya belajar untuk mengetahui. Kedua, learning to be, artinya dengan belajar para santri memiliki ilmu pengetahuan sebagai bekal masa depan, yang kemudian menjadi jati dirinya. Ketiga, learning to do, artinya dengan belajar para santri bisa berbuat untuk beramal, dan memperaktekkan ilmunya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat, learning to lif toghether, artinya melalui prosesi belajar para santri yang semula tidak rukun, mereka menjadi rukun sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat. Kelima, learning to enjoy, artinya agar para santri senang dalam mengikuti prosesi KBM, penyajiannya harus menyenangkan dengan menggunakan berbagai metode, yang sedianya ditunjang dengan instrument dan media teknologi canggih.

Pondok Mini Al-Kautsar, hingga kini telah mencetak para dai dan daiyah lebih kurang 1.000 orang. Kini mereka mengabdi dan mengembangkan profesinya masing-masing di tengah-tengah masyarakat, yang tersebar di seluruh Nusantara. Dan bahkan ada yang diutus ke Luar Negeri, seperti Australia, Suriname, dan Malaysia. Kapasitasnya, sebagai “Muballigh Internasional”, bagi mereka yang kompeten berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional. //** Drs. H. Mansyur, M.A.

Kamis, 19 Maret 2009

Belajar dari Socrates


Belajar dari Socrates

Anda kenal Sokrates? Dia adalah filsuf Yunani yang terkenal karena keilmuannya. Namun dari sekian banyak karyanya, mungkin ini salah satu cerita yang perlu kita simak darinya. Cerita ringan yang penuh arti, dan bagi yang sudah pernah membacanya silahkan mengulang dan pasti tidak akan pernah menyesalinya. Dijamin!!!

Suatu pagi, seorang pria mendatangi Socrates, dan dia berkata, "Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman Anda?"

"Tunggu sebentar," jawab Socrates. "Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan saringan tiga kali."

"Saringan tiga kali?" tanya pria tersebut.

"Betul," lanjut Socrates. "Sebelum Anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan hal yang bagus bagi kita untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai saringan tiga kali.”

Kemudian kedua orang itu pun bersiap untuk memulai ujian. "Saringan yang pertama adalah kebenaran. Sudah pastikah bahwa apa yang anda akan katakan kepada saya adalah sebuah kepastian, sebuah kebenaran?"

"Tidak," kata pria tersebut, "Sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda".

"Baiklah," kata Socrates. "Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. Hmm... sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu kebaikan. Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik?"

"Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk".

"Jadi," lanjut Socrates, "Anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin kalau itu benar. hmmm... Baiklah Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, yaitu kegunaan. Apakah yang Anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?"

"Tidak, sungguh tidak," jawab pria tersebut.

"Kalau begitu," simpul Socrates, "Jika apa yang Anda ingin beritahukan kepada saya... tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya?"

Mari bandingkan dengan dalil-dalil:
”Tetapilah atas kalian panjangnya diam kecuali dengan kebaikan.”(alhadist)
’Barangsiapa yang beriman dengan Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.’ (alhadist)

”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” An-Nisaa : 114.

Banyak diantara kita terkadang melakukan hal-hal yang tidak berguna, walaupun dengan alasan kill the time misalnya. Dan kalau dihitung jumlahnya, mungkin banyak sekali. Dan saringan tiga kali ini mungkin bisa mengingatkan kita, setidaknya menjadi traffic light untuk sekedar bicara. Bukan hanya untuk menerima berita, namun juga saat kita akan menyampaikannya. Silahkan mencoba.

Was-salaamu alaikum


Fami (lagi meeting di Jkt)

Kamis, 05 Maret 2009

Ngantuk



Menurut kaca mata saya, banyak jamaah jumat yang pada ngantuk saat mendengarkan khutbah. Termasuk saya di dalamnya. Tentu. Nggak pakai basa - basi. Memang kenyataannya seperti itu. Mau apalagi. Suasana mendukung. Angin semilir. Di luar terik. Maka, perpindahan moda itu adalah pemicu utama untuk ngantuk. Dari panas ke dingin. Sepoi – sepoi. Dan panca indra merespon dengan cepat:get rest. Tes, tes, tes,,,,,,,,,,,,,. Padahal ada khutbah. Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Huroiroh ra. berkata, Rasululloh SAW bersabda, “Barangsiapa berwudhu kemudian memperbaiki wudhunya, lalu menghadiri Jumat, lalu dia diam dan mendengarkan, maka diampuni baginya antara Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari. Dan barang siapa yang menyentuh kerikil maka telah melakukan perbuatan yang sia – sia (lahan).” Nah, yang pengin saya komentari adalah pengertian diam dan mendengarkan, apakah didalamnya boleh ngantuk? Sebab diriwayat lain disebutkan kalau qalam diangkat jika seseorang itu tidur atau tertidur. Tidak menutup kemungkinan tidur sambil duduk, saat mendengarkan khutbah bukan? Di dalam Himpunan Kitabul Ahkam halaman 33, No hadits 61 (di kitab saya, mungkin di himpunan Anda tidak ada nomernya) ada sebuah riwayat yang dicuplik dari Sunan Abi Dawud Kitabul Al-Hudud, dari Ali dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Qolam (pena) diangkat dari tiga keadaan, (pertama) dari orang yang tidur sehingga bangun, (kedua) dari anak – anak sehingga baligh dan (ketiga) dari orang yang gila sehingga waras atau berakal.” Pengertian diam dan mendengarkan secara harfiah bisa dikatakan kalau orang itu sadar dari mulai sampai rampung khutbah. Nggak ngantuk atau sibuk sendiri (ngalamun) sehingga melupakan khutbah. Karena tujuannya agar bisa memahami apa yang disampaikan di dalam khutbah. Nah, maksud dari penyampaian dua hadits di atas adalah agar kita lebih hati – hati dalam menghadiri sholat Jumat. Jangan sampai pahala yang dijanjikan; akan diampuni 10 hari dari Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari, menjadi berkurang, muspro atau sirna sama sekali. Gara – gara kita ngantuk, bahkan tertidur sewaktu mendengarkan khutbah. Kiat agar tidak ngantuk dalam khutbah adalah sebagai berikut:
Angkat pandangan kepada Khothib. Dulu sewaktu di Pancoran, khothib sebelum khutbah selalu mengingatkan akan hal ini. Jika kita bisa memandang khotib dari awal sampai akhir, insya Allah dijamin tidak ngantuk.

Geser tempat duduk. Jika sudah merasa ngantuk, bergeserlah ke depan atau ke belakang dari tempat duduk kita. Jangan ke samping, karena akan mengganggu teman duduk kita. Juga jangan malah bersandar. Bersandar akan lebih cepat menambah kantuk. Dengan pergeseran ini insya Allah akan mengurangi efek kantuk. Karena ada kejutan motorik, sehingga mata terbelalak kembali.
Sebenarnya ada satu lagi (menurut pandangan saya) sebagai pemicu kantuk saat khutbah. Yaitu kegiatan ngejar sholat tasbih sebelum khutbah jumat. Bagi mereka, patut kita apresiasi atas mempersungguhnya. Akan tetapi lebih baik lagi kalau bisa mengerjakan sholat tasbih jauh sebelum khutbah jumat. Atau setelah sholat jumat. Karena dengan diforsir ngejar sholat tasbih, setelah selesai sholat, tubuh dalam keadaan relaksasi dan akan cepat mengantuk. Karena cenderung diam dan kelelahan. Itu pengalaman saya. Oleh karena itu, sama – sama mempersungguhnya kerjakanlah sholat tasbih pada malam jumatnya. Kalau memang bisa. Sedangkan sebelum khutbah dan sholat jumatnya, kita persungguh untuk mendapatkan ampunan Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari. Jangan sampai mburu uceng kelangan deleg. Karena yang wajib adalah khutbah dan sholat jumatnya, bukan sholat tasbihnya bukan? Jadi, penegasan agar bisa mendapatkan pahala ampunan 10 hari dari Jumat ini sampai Jumat berikutnya dan ditambah tiga hari adalah tidak ngantuk dan tidak lahan. Mari meraihnya.

By Fami, Jambi - MilisJokam

Imam Bukhory


Imam Bukhory

Siapa tak mengenalnya. Di jagad ilmu hadits, dialah orangnya. Seorang pakar – ahli peneliti utama. Professor. Dan cerita mengenainya, selalu menarik. Senang mendengarkannya. Dan khusyuk menyimaknya. Karena ta’dhim kita kepadanya.

Tahun 1992, ketika asrama Shohih Bukhory di Bogor, Pak Eko Pakubumi bercerita bahwa dalam penulisan setiap hadist di dalam Al – Jami’ Ash -Shohih, Imam Bukhory mendahuluinya dengan mandi junub dan sholat dua rekaat. Padahal dalam kitab tersebut terhimpun sekitar 600.000 hadits. Allahu Akbar. Luar biasa. Imam Bukhory berkata, “Setiap hadits yang akan aku tulis di dalam Al – Jami’ ini, aku mandi dan sholat dua rekaat sebelumnya.”

Tahun 2007 dalam sesi penerobosan, Pak Imam Suparto membeberkan lagi cerita Imam Bukhory ini. Akan tetapi dari sisi lain, yaitu kekuatan hafalannya. Dimana pernah suatu ketika, Imam Bukhory ditest oleh pakar hadits di Khurasan dan Baghdad. Mereka ingin menguji apakah benar, kabar bahwa beliau itu hafal lebih dari 70.000 hadits. Saya penasaran dengan cerita itu, dari manakah sumbernya? Sekian tahun baru saya menemukannya, salah satunya ada di mukadimah Adabul Mufrad. Inilah cerita selengkapnya.

Ahmad Ibnu Adi berkata, “Saya banyak mendengar dari syaikh – syaikh yang bercerita bahwa suatu ketika Imam Bukhory mendatangi kota Baghdad.” Terdengarlah kabar kedatangannya oleh para pakar hadits, lalu mereka berkumpul untuk menguji kemampuan hafalan Imam Bukhory. Mereka mencampur – adukkan dan saling menukar matan dan sanad 100 hadits. Dari keseratus hadits itu diberikan kepada 10 orang penanya, masing – masing orang kebagian 10 hadits dan akan mengajukannya kepada Imam Bukhory dalam sebuah majelis yang akan disaksikan oleh para pakar hadits dari Khurasan dan Baghdad. Setelah mereka berkumpul, majulah satu per satu diantara 10 orang penanya tersebut dan mengajukan pertanyaan tentang hadits yang telah dicampur – aduk matan dan sanadnya.

Setiap pertanyaan dari 10 pertanyaan penanya pertama diajukan, jawaban Imam Bukhory sama, “Saya tidak mengetahui tentang hadits itu…!” Para ulama yang hadir, satu sama yang lain saling menoleh dan memandang sambil berkata, “Orang ini telah paham…!” Sebagian yang lain menganggapnya lemah dan kurang paham. Setelah itu penanya berikutnya mengajukan pertanyaan – pertanyaan dan jawaban Imam Bukhory pun tetap sama, “Saya tidak mengetahui tentang hadits itu…!” hingga semua pertanyaan selesai diajukan.

Kemudian Imam Bukhory menoleh ke penanya pertama tadi dan berkata, “Adapun hadits pertama yang kamu ajukan tadi yang benar begini,,,, yang kedua begini, yang ketiga begini, dan seterusnya sampai selesai!” Imam Bukhory mengembalikan matan dan sanad hadits yang diacak – acak itu kepada porsi yang benar. Nggak kurang, nggak lebih. Begitu pula terhadap penanya kedua, ketiga dan selanjutnya sampai yang terakhir, hingga orang – orang mengakui kekuatan hafalannya dan menghormatinya.”

Nuansa yang indah. Menggugah. Bagi kita yang mau berbenah. Kita belum ada apa – apanya. Namun setidaknya dengan mengingat dan tahu ceritanya membuat kita sadar untuk terus belajar dan belajar. Menyisihkan waktu. Mengencangkan tekad. Di tengah menggilanya dunia dengan euforianya. Semoga tidak melindas kita.

By Fami - Jambi