Senin, 04 Oktober 2010

Menyikapi Konflik Rumah Tangga I


H2 + O2 = H2O

Pada waktu kita masih di bangku sekolah, rumus kimia di atas sudah bukan hal asing: hydrogen (H2) jika direaksikan dengan oksigen (O2), maka terbentuklah air (H2O). Hydrogen adalah jenis gas yang gampang sekali terbakar, sedangkan oksigen adalah jenis gas yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses pembakaran. Yang menarik, ketika hydrogen (H2) bereaksi secara kimia dengan oksigen (O2), maka yang terbentuk adalah air (H2O). Sementara sebagaimana kita ketahui bahwa Air adalah zat yang justru menghambat pembakaran. Air adalah zat yang lembut, mendinginkan, menetralkan dan membersihkan.

Fenomena alam di atas memberi kita sebuah inspirasi.

Betapa banyak masalah yang kita hadapi setiap hari. Betapa banyak konflik yang kita temui di setiap waktu bagaimana kita bisa menyikapi konflik ini seperti halnya air yang bisa menyejukkan dan mendinginkan suatu masalah.

Di dalam bingkai rumah tangga, ada banyak sebab yang bisa menimbulkan konflik. Tingkat konflik dalam rumah tangga pun bisa bervariasi, dari yang levelnya ringan, sampai yang levelnya berat. Mulai dari hanya sekedar menentukan program TV apa yang akan ditonton, sampai bentuk pengasuhan terhadap anak yang akan diterapkan.

Namun bagaimanapun juga, kalau dikelola dengan baik, sebuah konflik tidaklah harus bisa membuat perpecahan ataupun dampak yang besar bagi kedua pasangan.

Ada pendekatan yang bisa dilakukan untuk dapat mengelola konflik menjadi hal yang hanya akan menambah kebaikan dalam keluarga.

Cinta adalah penerimaan yang utuh terhadap pasangan, baik kelebihannya maupun kekurangannya. Dengan begitu, kita menjadi orang yang realistis, bahwa pasangan kita bukanlah malaikat yang tanpa cacat, tidak punya cela; dengan penerimaan yang utuh ini pula kita bisa memberikan ruang yang cukup luas untuk dapat kompromi dengan perbedaan-perbedaan yang ada.

Pernikahan yang sudah dibina adalah salah satu bentuk Sunnah Rasulullah SAW. Dengan menjadikan landasan agama sebagai salah satu bentuk pondasi pernikahan, ada kekuatan yang lebih yang Insya Allah bisa menahan gejolak konflik yang ada.

Untuk itulah dalam memilih pasangan hidup dengan mengutamakan faktor agama sebelum faktor kecantikan, ketampanan, keluarga, dan hartanya. Begitupula para orang tua agar mereka menikahkan anak-anak mereka dengan pasangan yang berakhlak baik dan faham agamanya.

Komunikasi yang baik antar pasangan sangat menentukan keharminasan dalam rumah tangga. Bukanlah dinamakan sebuah komunikasi, jika masing-masing pihak tidak dapat memahami pesan yang dimaksudkan oleh pasangannya.

Keterbukaan, kejujuran, dan kemampuan komunikasi yang baik seperti mampu mengenali kondisi, situasi, waktu dan cara yang baik untuk menyampaikan pesan, menjadi kunci dari sebuah komunikasi yang sehat.

Sebelum menuntut hak dari pasangan, berkacalah dahulu dengan kewajiban-kewajiban yang seharusnya kita jalankan. Seorang suami harusnya bisa mendidik, mengajarkan sang istri dengan pendidikan agama yang benar, mencukupi kebutuhannya, memberikan nafkah, mencintainya, tidak mendzaliminya, dst.

Paling dekat dengan aku kedudukannya pada had kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. (Al Hadits)

Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik dari kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tidak tahu budi. (Al Hadits)

Hakim Ibnu Muawiyah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya? Beliau menjawab: "Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekkan, dan jangan menemani tidur kecuali di dalam rumah." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Begitupula dengan seorang istri yang shalehah, bisa menyenangkan, taat dan patuh kepada suami selama tidak rmaksiat, dapat menjaga kehormatannya, dan amanah jika suaminya sedang tidak bersamanya.

Allah 'Azza wajalla berfirman (dalam hadits Qudsi): "Apabila Aku menginginkan untuk menggabungkan kebaikan dunia dan akhirat bagi seorang muslim maka Aku jadikan hatinya khusyuk dan lidahnya banyak berzikir. Tubuhnya sabar dalam menghadapi penderitaan dan Aku jodohkan dia dengan seorang isteri mukminah yang menyenangkannya bila ia memandangnya, dapat menjaga kehormatan dirinya, dan memelihara harta suaminya bila suaminya sedang tidak bersamanya.

Namun demikian, sebuah pernikahan bukanlah interaksi kaku antara hak dan kewajiban, tapi harus juga bisa fleksibel, lentur, dan ini memerlukan kepahaman masing-masing pasangan.

Tiap individu itu unik, tidak ada yang sama. Bahkan dalam satu keluargapun, antara kakak-beradik belum tentu memiliki karakter, sifat dan kesukaan yang sama. Karenanya, pemahaman terhadap karakter, sifat dan kesukaan pasangan tentu menjadi hal yang penting.

Cari tahu apa yang ia suka, yang ia tidak suka, yang ia senangi, yang ia benci, yang membuatnya senang, yang membuatnya marah, dst. Serta kompromikan hal itu dengan pasangan anda.

Bagaimanapun kondisi pasangan anda karena itu sudah menjadi pilihan anda maka bersyukurlah, karena bisa jadi ialah pasangan yang paling tepat buat anda. Jangan “lihat ke kanan-kiri” ketika ada hal-hal yang kurang pada pasangan, sama-sama perbaiki, saling introspeksi, bersemangat dalam meningkatkan kebaikan dalam diri masing-masing, juga pada diri pasangan anda.

Demikian mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan.

Semoga Allah paring manfaat dan barokah.

Tidak ada komentar: