Rabu, 24 September 2008

Islam Agama Cinta Damai

Dalam pencarian sumber riset di indonesia timur untuk sebuah kantor berita luar negeri , saya mulai pada suatu hari Jumat di Kota Makasar, karena saya saat itu [2002] baru mendarati makasar atas penerbangan dari Jakarta dan jam menunjukkan pukul 11.45, saya pun memanggil becak minta diantar ke mesjid terdekat. rupanya sang pengayuh becak juga sedang menuju masjid, “wah mas saya mau jumatan” katanya menolak saya sebagai penumpang, “tapi saya juga mau jumatan, saya sdg mencari mesjid terdekat, kalau begitu kita ke masjid saja bersama-sama”. Tak kuasa menolak, saya pun diangkut abang becak asal pasuruan yang beristrikan bugis itu.

Di perjalanan, sambil mengayuh si abang becak memberitahu saya sesuatu, “saya sholat di masjid tempat pengajian saya mas, jadi agak jauh.” setelah saya bilang bahwa saya ikut saja, saya kemali bertanya saat melintasi sebuah mesjid besar di persimpangan menuju jalan raya cerekang. “Kenapa tidak di sini saja pak, sholat jumatnya?” si Abang becak menjawab, “yang disini khotbahnya pakai bahasa Indonesia, mas. di tempat kami khotbah jadi satu sama sholat, jadi pakai bahasa arab dan tidak boleh seperti ceramah biasa.”

Benar saja, mesjidnya kira-kira 5 menit dari mesjid yang tadi sempat kami lintasi. Kira-kira berukuran 10 x 25 meter persegi, dua lantai, nampak tanpa ada kubah khas masyarakat hindu dan sikh di India, disekelilingnya berderet rumah-rumah petak berlantai dua yang merupakan tempat tinggal mubaligh dan takmir mesjid, serta dua rumah singgah untuk tamu dan sebuah dapur terbuka.

Lagi, abang becak benar, khutbah jumatnya pakai bahasa arab, untung saya sempat ber’inkubasi’ di pesantren, jadi dengan isi khutbah cukup mengerti. luar biasa, pesan perdamaian dari Alqur’an dan hadits2 nabi dipaparkan secara gamblang, sayangnya, yang tahu hanya mereka yang mengaji di masjlis taklim itu atau ornag-orang yang belajar agama Islam dengan baik. berbeda, karena biasanya saya lihat khatib dan imam adalah orang berbeda, ini benar-benar seperti di jazirah arab, khatib sekaligus imam.

Usai sholat jumat saya diperkenalkan oleh abang becak ke bapak kiyai yang menjadi khatib dan imam tadi, umurnya sekitar 32 tahun namun kharismatik dengan tsurban dan jenggot tercukur rapi. “Pak kiyai, mas ini dari Malaysia sedang bertugas disini, baru datang, tadi ikut becak saya.” dan dengan penuh keramahan saya disambut dengan baik, lalu dipanggillah seorang remaja ashabul masjid [penunggu mesjid] yang kemudian saya tahu masih kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri, UNM. Pada remaja ini saya dititipkan untuk diantar ke rumah singgah yang dinamai Rumah Sabilillah. Selama tiga hari tiga malam, hidup saya dalam jaminan di rumah sabilillah, bahkan diserahi kunci motor untuk dipakai melancarkan pekerjaan hanya dengan pesan, “hati-hati, semoga barokah.”

Petangnya ketika kembali dari hunting, habis magrib ada kesibukan kecil, tikar dan karpet digelar penuh, lantas meja-meja kecil untuk membaca al qur’an di bariskan, selembar sitrah [kain kelambu] setinggi dada orang dewasa dipasang menyekat membagi dua ruangan masjid. ternyata ada pengajian rutin yang disebut pengajian kelompok.

Acara dalam pengajian tersebut secara berurutan adalah memmbaca alquran oleh seorang muballigh dan disimak oleh seluruh hadirin yang mana-masing-masing juga memegang alqur’an, kira-kira 10 menit. Dilanjutkan kemudian selama kira-kira 20 menit adalah sesi pemaknaan atau tafsir. begitu selesai langsung dilanjutkan dengan kajian hadits [kalau tidak salah saat itu haditsnya ibni Majah], kira-kira 30 menit dengan pengajar muballigh lain lagi, masih muda kira-kira umur 18 tahun tapi luar biasa, cemerlang.

Selesai hadits, adalah sesi nasihat, tidak hanya kiyai yang nasihat, tapi bisa siapa saja yag ditunjuk oleh kiyai [ini pembelajaran yg bagus untuk menjadi pembiacar publik]. “Deg!” rupanya si abang becak tadi yang kali ini dapat giliran memberikan tausyiah.

Si abang becak mulai berpidato setelah salam dan memberikan kata pengantar, “…kita sebagai warga negara Indonesia dinasihati untuk selalu tunduk dan patuh pada pemerintah yang sah berdasarkan pancasila dan UUD 1945….dst. yang saya lihat ada nuansa nasionalisme disini. kemudian disambung panjang lebar dengan berbagai nasihat perdamaian dan pembinaan kerukunan dengan dalil-dalil sangat pas. [saya bertanya-tanya, kalau tukang becaknya saja seperti ini bagaimana dengan kiyainya ya?]

Yang tak kalah menariknya buat saya, sepanjang pengajian ini saya melihat sebentar-sebentar ada yang melempar uang sodaqah ke depan dimana agak lapang, ada juga yang ketika berdiri pulang meninggalkan uang ditempat duduknya, dan nggak ada yang iseng ngantongin! padahal mulai dari pecahan 1000an sampai 50 ribuan ada lho. abang becak bilang, ini untuk mendanai kegiatan rutin berupa pengajian yang seminggu berlangsung 4 kali. jadi tidak ada iuran wajib yang memberatkan, tapi siapa saja ingin sodaqah silahkan.

Dan mesjid yang cukup megah untuk ukuran mesjid2 disekitar itu, ternyata juga dibiayai bersama-sama para jemaat pengajian. ‘kita tidak boleh mengemis di pinggir jalan mas. malah kalau disini tidak ada lapangan beramal solih, mereka pada mencari dimana sedang ada pembangunan masjid, ikut menyumbang,
atau membangun jalan kampung…ya pokoknya hidup itu untuk ibadah mas.’

Saya terngiang nasihat abang becak, “barang siapa membangun mesjid di dunia maka Tuhan membangunkan sebuah gedung megah di akhirat.”

Lantas pada hari keempat, dengan penuh kesan saya pun pamit melanjutkan ekspedisi ke papua. tak dinyana, pak kiyai masih juga tidak mau melepas saya, “bawa alamat dan nomer telepon ini, setelah sampai bandara ditelpon saja biar dijemput,” dan sebagaimana pesannya, nomer HP yang diberikan saya panggil dari bandara Sentani, sebuah salam menyapa dari seberang. “Oh, mas mahar ya, tadi saya dapat kabar dari makasar dan sekarang saya sudah dekat dengan bandara, mas tunggu saja disitu, lima menit lagi saya sampai.”

Muda, kira-kira berumur 30 tahun, seorang supervisor di perusahaan consumer good, asal medan. “jangan sungkan, anggap saja dikampung sediri, kita semua keluarga, kalau butuh kemana-mana saya antar atau kalau mau pakai kendaraan sebaiknya jangan sendiri, selain bensin disini langka dan mahal, tradisi disini berbeda, nabrak ayam saja belum cukup motornya buat nebus.”

Rupanya saya dibawa ke Bucend II, sebuah komplek cukup wah dengan masjid ditengah2nya membuat saya serasa di kampus IIU. masjidnya penuh dengan kitab-kitab di rak yang tertata rapi. dan saya baru tahu dari sebuah plang yang ada didepan komplek [yang di makasar tidak ada papan nama]. ternyata saya dijamu oleh warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia [LDII] yang selama ini dianggap sesat, tapi saya yang tidak dikenal pun dijamu seperti keluarga, katanya mereka wajib menjamu saya karena saya adalah ibnusabil [bukan maksudnya anak jalanan, tapi seorang yang dalam perjalanan].

Enam tahun berlalu, dan saya sekarang di Jakarta, ada khabar dari teman-teman di wilayah persekutuan, serawak dan terakhir sebuah SMS dari pudu, kalau pembelajaran agama islam di malaysia, banyak yang sudah memakai kurikulum LDII. padahal setahu saya, awal 2000an, sebuah masjid di distrik Banting [ kalau tidak salah dekat dengan tanah genting] dibakar oleh orang-orang Indonesia yang tak jarang merupakan pendatang haram, dan mereka terprovokasi oleh penerbitan buku ormas-ormas islam yang tidak suka dengan LDII.

Saya jadi berpikir, kenapa dalam sekian lama LDII dibakar dan serang masjidnya tapi kok tetap bertahan bahkan semakin berkembang ke seluruh dunia? Sdr. Syaiful yang sampai sekarang jadi kontak saya di Papua, mengatakan itulah kebenaran, kalau tidak ada gangguan justru diragukan apakah yang dijalankan sudah benar. terus kalau diserang kok membalas, jangan-jangan malah lebih buruk dari yang menyerang, “kita doakan saja semoga mendapat petunjuk agar selamat dunia dan akhirat,” lanjutnya, kalau ustad jalan ditengah gerombolan pemabuk kok tidak diganggu, jangan-jangan karena ustadnya juga sedang mabok…

Kadang, sikap yang dikembangkan ini menginspirasi saya…begitulah.

Oleh: Mahar_FGD



Kamis, 04 September 2008

Apakah Haji Anda Mabrur?

Apakah Haji Anda Mabrur?

Oleh: KH.Kasmudi Assidiqi
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan seasungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah (2): 197).

SALAH satu bentuk kasih sayang dan karunia Allah SWT terhadap para hamba-Nya adalah dijadikan bagi mereka musim-musim kebaikan guna meningkatkan kesempurnaan kemanusiaannya serta meraih derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Setelah Ramadhan, kita memasuki musim kebaikan yang lain, yaitu musim haji. Di dalam musim ini ada sepuluh hari pertama Dzulhijjah yang merupakan hari-hari sangat mulia sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW:
“Tidak ada hari di mana amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari (Dzhulhijjah) ini. Lalu para sahabat bertanya, Ya Rasulullah, tidak tertandingi oleh jihad fi sabilillah sekalipun? Beliau menjawab, (Ya), tidak tertandingi oleh jihad fi sabilillah sekalipun, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa raga dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan apa pun (yakni mati syahid). HR Bukhari.



Orang yang dipilih Allah swt dari ratusan juta kaum muslimin untuk menunaikan ibadah haji adalah orang yang sangat beruntung. Beragam keistimewaan dan keutamaan yang berpuncak pada surga yang menantinya jika ia meraih haji mabrur. Namun, ujian dan cobaan yang mengotori kemabruran hajinya juga tidak sedikit. Dari sekian banyak ujian, ada 3 (tiga) hal yang disebut dalam ayat di atas yang perlu senantiasa diwaspadai oleh jama ah haji, yaitu rafats, fusuq dan jidal.

Sesungguhnya kemunkaran dan hal-hal negatif selama musim haji di tanah suci cukup banyak. Sehingga tidak benar, persepsi sebagian orang bahwa Tanah Suci sepi dari kemaksiatan dan kemunkaran. Ketika Al Quran hanya menyebut tiga hal negatif tersebut, hal ini memberikan pemahaman kepada kita bahwasanya peluang untuk melakukan ketiga perbuatan negatif itu dalam muktamar yang dihadiri jutaan kaum muslimin sedunia dengan beragam warna kulit, bentuk fisik, suku, ras, bahasa dan adat amatlah besar. Sehingga tidak berlebihan jika ada yang berkomentar, bahwa setiap jamaah haji berpotensi untuk berbuat rafats, fusuq dan jidal, baik pra haji, di tengah penunaian berbagai manasik (ritual) haji maupun pasca haji, menjelang kepulangannya ke tanah air misalnya.

Ibnu Jarir dalam kitab Tafsirnya (II/273-279) secara panjang lebar menghadirkan penafsiran para ulama tentang rafats yang dapat disimpulkan, bahwa rafats adalah jima (bersetubuh) dan permulaan-permulaannya seperti bercumbu serta perkataan yang menimbulkan birahi. Lalu fusuq adalah semua bentuk maksiat dan larangan-larangan bagi orang yang berihram. Sedangkan jidal adalah berbantah-bantahan, saling panggil memanggil dengan gelar yang buruk dan debat kusir seperti saling mengklaim bahwa apa yang dilakukan paling baik/benar dan semua perbuatan yang memicu konflik, kedengkian dan permusuhan.

Ketiga hal ini diberi penekanan khusus untuk dijauhi, karena Allah SWT menginginkan jamaah haji untuk melepaskan diri dari segala gemerlap dunia dan tipu dayanya, serta mensucikan diri dari segala dosa dan keburukan. Sehingga terwujudlah tujuan yang diinginkan dari ibadah haji yaitu Tahdzib An Nafs (pensucian jiwa) dan mengarahkannya secara total untuk beribadah kepada Allah SWT semata. Dan hanya jamaah haji yang mampu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan negatif tersebutlah yang diibaratkan Nabi SAW seperti bayi yang baru lahir ke dunia tanpa dosa.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji, tidak rafats dan berbuat fasik, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari di saat ia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim) Setelah melarang berbuat keburukan, Allah SWT membangkitkan semangat mereka untuk melakukan kebaikan seraya berfirman, “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.” Dilihat dan diketahui Allah merupakan penghargaan dan balasan dari Allah sebelum balasan yang sesungguhnya. Sehingga memotivasi seorang mukmin untuk semakin banyak memproduksi berbagai macam kebaikan.

Kunci menjaga haji mabrur

Prof Dr H Muslich Shabir MA, Dosen IAIN Walisongo Semarang, mengatakan haji mabrur merupakan haji yang dilaksanakan dengan niat karena Allah semata, dengan biaya yang halal dan mengerjakan segala ketentuan berhaji dengan sempurna. Haji itu tidak dicampuri pula dengan perbuatan dosa, sunyi dari riya’ dan tidak dinodai dengan kata-kata kotor (rafats), perbuatan yang melanggar aturan (fusuq) dan tidak berbantah-bantahan (jidal).

Kebalikan haji mabrur adalah haji mardud, yakni haji yang dibiayai dengan dana tidak halal dan yang biasa dimakan juga dari hasil yang haram. Ketika orang yang seperti itu mengucapkan talbiyah, Allah menjawabnya: ”Tidak ada labbaik dan tidak ada keberuntungan atasmu karena apa yang kamu makan dan apa yang kamu pakai itu haram sedangkan hajimu mardud (ditolak)”.

Haji mabrur merupakan hasil maksimal yang didambakan oleh setiap jama’ah haji karena haji yang seperti itu menjamin pelakunya untuk masuk surga. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dinyatakan bahwa haji mabrur itu tidak ada balasan lain kecuali surga, dan kemabruran haji itu ditandai dengan memberikan makan dan menyebarkan kedamaian.

Namun dalam kenyataannya, untuk memastikan apakah haji seseorang itu mabrur, sangatlah sulit. Belum tentu jamaah haji yang sudah melaksanakan rukun-rukun haji bahkan dengan sempurna, hajinya itu akan mabrur. Haji bukan hanya berkaitan dengan penyempurnaan rukun-rukunnya saja. Kemabruran haji juga dinilai dari pra pelaksanaan, seperti niat melaksanakan ibadah haji, serta lebih penting lagi paska pelaksanaan ibadah haji. Oleh karena itu, melestarikan kemabruran ibadah haji menjadi hal yang sangat penting yang mesti diperhatikan jamaah haji setelah kepulangannya dari Tanah Suci. Secara umum, kemabruran ibadah haji seseorang ditunjukkan melalui perubahan sikap, mental, dan perilaku seseorang hingga menjadi lebih baik dari sebelum melaksanakan ibadah haji dan meningkatnya kualitas ibadah. Seseorang haji yang kembali dari tanah haram, dia akan memulai hidupnya dengan lembaran baru, menapak jalan yang kokoh dalam beribadah, dalam pergaulan dan dalam berakhlak. Maka dia menjadi orang yang tampil beda dengan sikap jujur dalam kerjasama, banyak melakukan kebaikan, mencurahkan amar makruf dan hatinya bersih. Setiap tahunnya, jutaan orang diasah kembali kesadaran dan ingatannya akan kebesaran dan keagungan Sang Khaliq. Mestinya, setiap tahun, jutaan orang di dunia ini menjadi lebih baik perangai sosial, akhlak, dan moralitasnya. Namun kenyataannya di lapangan berkata lain. Kita patut prihatin jika melihat banyak muslim bergelar haji yang tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya, seperti para artis, pejabat, ataupun politisi.

Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan, ”apa yang harus dilakukan seseorang sekembalinya dari ibadah haji?” adalah menjaga dan memelihara kemabruran haji dengan mengupayakan peningkatan kualitas keberagamaan, dalam tataran iman, ibadah, amal saleh, maupun akhlak. Kemabruran haji yang telah diperoleh oleh setiap jamaah harus selalu dijaga supaya ia benar-benar bisa mencapai husnul khatimah ketika sakaratul maut. Dengan demikian, dia akan selalu meninggalkan akhlak yang tercela. Ditinggalkannya semua perbuatan yang menyimpang dari hukum Allah maupun hukum negara. Dia jauhi semua yang haram bahkan yang syubhat sekali pun.

Apabila dia seorang pedagang maka dia akan berdagang secara jujur. Apabila dia seorang pejabat, maka dia akan menjalankan amanah itu dengan sebaik-baiknya dan menjauhi perbuatan korupsi sekecil apa pun; begitu seterusnya. Untuk menjaga kemabruran haji dalam hal ubudiyah, dapat diaktualisasikan melalui beberapa tahapan, baik ubudiyah yang bersifat mahdhoh (ibadah murni) atau ghairu mahdhoh (ibadah yang tidak murni). Indikasi kemabruran haji dalam hal ubudiyah yaitu adanya peningkatan ibadah dan nampak pada kepribadian seseorang yang berhaji. Bila selama di tanah suci begitu semangat melaksanakan shalat jamaah di masjid, bahkan hampir tidak ada shalat yang tidak dilaksanakan dengan berjamaah, maka sekembalinya dari tanah suci, kebiasaan yang baik itu perlu dilanjutkan. Selain itu, shalat wajib lima waktu akan selalu dilaksanakan tepat pada waktunya dan diusahakan dapat shalat berjamaah di masjid, bahkan ditambah dengan shalat-shalat sunah.

Ringkasnya, orang yang menyandang predikat haji mabrur akan memulai hidupnya dengan lembaran baru sepulangnya dari Tanah Suci. Sehingga, akan sangat terasa manfaatnya bagi keluarga dan masyarakat. Keluarga akan menjadi lebih damai, teduh, dan bahagia. Masyarakat secara keseluruhan pun akan menjadi masyarakat madani yang selalu sadar terhadap kebesaran Allah SWT. Bagaimana dengan Anda? //**

Senin, 01 September 2008

Bab Ilmu

1.WAJIBNYA MENCARI ILMU AL QURAN-AL HADITS

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ اللهَ يَبْغَضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ فِى اْلأَسْوَاقِ جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ, عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلآخِرَةِ
 رواه البيهقى


Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya Alloh murka pada tiap-tiap orang yang kasar, sombong, lagi banyak ramainya di dalam pasar. (Mereka) yang seperti bangkai di malam hari (tidak pernah sholat malam dan memperbanyak tidur) dan seperti himar di siang hari (ramai2 di siang hari). Pintar masalah duniawi dan bodoh masalah akhirot (Ilmu Quran Hadits)" (HR Baihaqi)

عَنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ ٱللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ يَاأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّمَا ٱلْعِلْمُ بٱِلتَّعَلُّمِ وَٱلْفِقْهُ بِٱلتَّفَقُّهِ وَمَنْ يُرِدِ ٱللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي ٱلدِّينِ وَإِنَّمَا يَخْسَى ٱللهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَاءُ
 رواه الطبراني
Dari Mu'awiyah berkata : "Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Wahai manusia ! Sesungguhnya (untuk mendapatkan) ilmu adalah dengan belajar, dan (untuk mendapatkan) kepahaman adalah dengan berusaha untuk paham. Dan barangsiapa yang Alloh menghendaki baik kepadanya, maka Alloh akan menjadikannya paham dalam masalah agama. Dan sesungguhnya yang bisa takut kepada Alloh, dari (semua golongan) hamba-Nya adalah para ulama' !" (HR Thobroni)

ٱلْعِلْمُ حَيَاةُ ٱلإِسْلاَمِ وَعِمَادُ ٱلإِيْمَانِ وَمَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَتَمَّ ٱللهُ أَجْرَهُ وَمَنْ تَعَلَّمَ فَعَمِلَ عَلَّمَهُ ٱللهُ مَا لَمْ يَعْلَم
 رواه أبو الشيخ


"Ilmu adalah kehidupannya Islam dan tiangnya keimanan. Dan barangsiapa mengajarkan ilmu, maka Alloh akan menyempurnakan pahalanya, dan barangsiapa yang belajar, lantas mengamalkan(nya), maka Alloh akan mengajarkan kepadanya apa-apa yang tidak ia ketahui" (HR Abu Syaikh)

2.KEUTAMAAN MENCARI ILMU

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ تَعَالَى يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ
وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
 رواه ابو داود كتاب الصلاة


Dari Abu Huroiroh : Dari Nabi Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah Alloh dari beberapa rumah Alloh (Masjid), dimana mereka membaca dan saling menderes Kitab Alloh (Al Quran), kecuali turun atas mereka ketenangan, menutupi atas mereka rohmat, mengelilingi atas mereka malaikat dan menyebutlah Alloh tentang mereka dikalangan orang-orang di sisiNya" (HR Abu Dawud)

قَالَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِذَا جَلَسَ الْمُتَعَلِّمُ بَيْنَ يَدَيِ الْعَالِِمِ فَتَحَ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ سَبْعِيْنَ بَابًا مِنَ الرَّحْمَةِ, وَلاَ يَقُوْمُ مِنْ عِنْدِهِ اِلاَّ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ, وَاَعْطَاهُ اللهُ بِكُلِّ حَرْفٍ ثَوَابَ سِتِّيْنَ شَهِيْدًا, وَكَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ حَدِيْثٍ عِبَادَةَ سَبْعِيْنَ سَنَةً, وَ بَنَى اللهُ لَهُ بِكُلِّ وَرَقَةِ مَدِيْنَةٍ كُلِّ مَدِيْنَةٍ مَثَلَ الدُّنْيَا عَشْرَ مَرَّاةٍ
رواه الديلمى عن جابر بن عبد الله


Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam besabda : "Ketika murid duduk dihadapan gurunya maka Alloh Ta'ala membuka baginya 70 pintu rohmat dan tidaklah sang murid berdiri dari tempat duduknya, melainkan seperti halnya ketika ia dilahirkan (bersih dari dosa). Alloh memberi untuk tiap-tiap huruf (dalam Al Quran yang dipelajari), pahala 60 syuhada', dan Alloh menulis baginya untuk tiap hadits (yang dipelajari), pahala ibadah selama 70 tahun dan Alloh membangun baginya untuk tiap mata uang yang ia keluarkan (untuk mencari ilmu), 10x dunia" (HR Ad Dailamiy dari Jabir bin Abdillah)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ لأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ أَيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ وَلأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يُعْمَلْ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ
 رواه ابن ماجه 219


Dari Abu Dzarr berkata : Bersabda kepadaku Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Wahai Abu Dzarr, niscaya jika engkau pagi-pagian, lantas engkau belajar satu ayat dari Kitab Alloh (Al Quran), itu lebih bagimu dari jika engkau sholat sunnah 100 rokaat. Dan niscaya jika engkau pagi-pagian, lantas engkau belajar satu bab dari Ilmu (Al Hadits), baik (ilmu itu) diamalkan atau tidak diamalkan, itu lebih baik bagimu daripada jika engkau sholat 1000 rokaat (HR Ibnu Majah 219)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ  رواه الترمذي 2785


Dari Anas bin Malik berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang keluar didalam mencari ilmu (Al Quran-Al Hadits), maka dia didalam sabilllah hingga dia kembali (pulang) (HR Tirmidzi 2785)

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ اْلإِسْلاَمَ فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّينَ دَرَجَةٌ وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
 رواه الدارمي 358


Dari Hasan berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang telah datang kepadanya kematian, dan dia sedang mencari ilmu (Al Quran-Al Hadits), (dengan tujuan) untuk menghidup-hidupkan Islam dengan ilmu tersebut, maka diantara dia dan para Nabi adalah satu derajat di surga (HR Darimi 358)

3.KEUTAMAAN MENGAJARKAN ILMU

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
 رواه مسلم


Dari Abu Huroiroh : Sesungguhnya Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Ketika seorang manusia meninggal dunia, putuslah amalnya kecuali pada 3 perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anaknya yang sholih yang mendoakan kepadanya !". (HR Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ أَوْ مُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لإِبْنِ السَّبِيلِ بنَاَهُ أَوْ نَهَرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
 رواه ابن ماجه 242


Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya sebagian dari apa-apa yang menyusul kepada orang beriman, dari sebagian amalan dan kebaikan-kebaikannya, setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan dia sebarkan, anak-anak sholih yang dia tinggalkan, Mushaf (Al Quran) yang dia waritskan, masjid yang dia bangun, rumah untuk Ibnu Sabil yang dia bangun, sungai yang dia alirkan (untuk kepentingan masyarakat) dan shodaqoh yang dia keluarkan semasa sehatnya dan semasa hidupnya. (Amalan-amalan itu) akan menyusul kepadanya setelah kematiannya !" (HR Ibnu Majah 242)

4.KEUTAMAAN AHLI ILMU

قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُو الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
سورة المجادلة 11


Alloh akan mengangkat orang Iman dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat dan Alloh Maha Waspada terhadap apa-apa yang kalian kerjakan" (QS. Al Mujadalah 11)

أَنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيْمَ أَوْصَى ابْنَهُ فَقَالَ يَا بُنَيَّ جَالِسِ الْعُلَمَاءَ وَزَاحِمْهُمْ بِرُكْبَتَيْكَ فَإِنَّ اللهَ يُحْيِي الْقُلُوبَ بِنُوْرِ الْحِكْمَةِ كَمَا يُحْيِى اللهُ الأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ السَّمَاءِ
رواه مالك في الموطأ 1889


"Sesungguhnya Lukman Al Hakim wasiat kepada anaknya : Wahai anakku menemanilah duduk para ulama' dan menempelkanlah lututmu pada mereka, sebab sesungguhnya Alloh menghidupkan hati dengan cahaya hikmah sebagaimana Alloh menghidupkan bumi yang mati dengan derasnya air hujan" (HR Malik dalam kitab Al Muwattho')

عَنْ أَبِي حَفْصٍ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُوْلُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي اْلأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتِ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَى
 رواه أحمد


Dari Abu Hafsh yang bercerita kepada muridnya, bahwa sesungguhnya dia mendengar Anas bin Malik berkata : "Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya gambaran ulama' di bumi sebagaimana gambaran bintang di langit, yang dijadikan alat petunjuk didalam gelapnya daratan dan lautan. Maka ketika bintang telah terbenam, hampir-hampir hilanglah alat petunjuk itu !" (HR Ahmad)

أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صِدِّيْقًا
 رواه الطبراني فى الكبير


"Siapapun pemuda yang tumbuh dalam mencari ilmu dan ibadah hingga masa tuanya, maka Alloh akan memberinya di hari kiamat pahalanya 72 orang shiddiq" (HR Thobroni)

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيْهِ أُلْبِسَ وَالِدَهُ تَاجًا بَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِيْ بُيُوْتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِبْكُمْ فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا
 رواه ابو دود عن معاذ الجهني


"Barangsiapa yang membaca Al Quran dan mengamalkan apa-apa yang terkandung didalamnya, maka akan dipakaikan kepada kedua orangtuanya sebuah mahkota di hari kiamat. Sinar mahkota tersebut lebih bagus dari sinar matahari (yang menerangi) rumah-rumah dunia. Maka seandainya, matahari itu ada di kalangan kalian (kalian ketahui terangnya), maka bagaimana persangkaan kalian terhadap (ganjaran) orang yang mengamalkan (dan membaca Quran) ini" (HR Abu Dawud dari Mu'adz al Juhanniy)

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ال;ْبَاهِلِيِّ قَالَ ذُكِرَ لِرَسُولِ; اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَجُلاَنِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَاْلأَخَرُ عَالِمٌ, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَي أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
 رواه الترمذي 2825


Dari Abu Umamah Al Bahiliy berkata : Diceritakan kepada Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam dua orang laki-laki, salah satunya adalah ahli ibadah, dan yang lain adalah ahli ilmu. Maka bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa SallamI : "Keutamaan seorang ahli ilmu atas ahli ibadah, ibarat keutamaanku mengalahkan (keutamaan) orang-orang hinanya kalian !". Kemudian bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesungguhnya Alloh, malaikat-malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi, sampai semut yang berada di liangnya, sampai ikan-ikan, niscaya mendoakan rohmat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia" (HR Tirmidzi 2825)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَاعَةٌ مِنْ عَالِمٍ يَبْكِي عَلَى فِرَاشِهِ وَيِنْظُرُ فِي عَمَلِهِ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ الْعَابِدِ سَبْعِينَ عَامًا
 رواه الديلمي 3504


Dari jabir berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Sesaat dari seorang ahli ilmu, yang menangis diatas tempat tidurnya dan melihat didalam amalannya (instropeksi—ket), adalah lebih baik daripada ibadahnya seorang ahli ibadah selama 70 tahun!" (HR Dailami 3504)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا اجْتَمَعَ الْعَالِمُ وَالْعَابِدُ عَلَى الصِّرَاطِ قِيلَ لِلْعَابِدِ أُدْخُلِ الْجَنَّةَ وَتَنَعَّمَ بِعِبَادَتِكَ وَقِيلَ لِلْعَالِمِ قِفْ هُنَا فَاشْفَعْ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ لاَ تَشْفَعُ لإَحَدٍ إِلاَّ شُفِّعْتَ, فَقَامَ مَقَامَ اْلأَنْبِيَاءِ
 رواه الديلمي 1293


Dari Ibnu Abbas berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Ketika seorang ahli ilmu dan ahli ibadah berkumpul diatas jembatan (antara surga dan neraka), dikatakan kepada ahli ibadah : "Masuklah engkau ke surga, dan rasakanlah kenikmatan (surga) sebab ibadahmu !". Dan dikatakan kepada ahli ilmu : "Berhentilah disana (di jembatan), maka berilah syafaat kepada orang yang engkau sukai, maka sesungguhnya engkau tidak memberi syafaat kepada seseorang, melainkan diterima syafaatmu !". Maka berdirilah ahli ilmu terseut pada kedudukannya para Nabi !" (HR Dailami 1293)

عَنْ عُثْمَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَوَّلُ مَنْ يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ
 رواه الخرائطي


Dari Utsman berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Lebih dahulunya orang yang memberi syafaat pada hari Qiamat adalah para Nabi, kemudian para ulama', kemudian para syuhada' !" (HR Khoroithiy)

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَتَكُوْنُ فِتَنٌ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيْهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا إِلاَّ مَنْ أَحْيَاهُ اللهُ بِالْعِلْمِ
 رواه إبن ماجة


Dari Abu Umamah berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Akan ada masa fitnah dimana seorang laki-laki di pagi hari dalam keadaan iman, tapi kemudian menjadi kafir di sore hari, kecuali (yang tidak menjadi kafir) orang-orang yang Alloh hidupkan dengan ilmu" (HR Ibnu Majah)

إِذَا تَبَحَّرَ ٱلرَّجُلُ فِي ٱلْحَدِيثِ كَانَ ٱلنَّاسُ عِنْدَهُ كَٱلْبَقَرِ (إيني أوجفاب أهل حديث)


Ketika seorang laki-laki telah mahir dalam hal hadits, maka manusia disisinya ibarat sapi (Ucapan ahli hadits)

5.ILMU DI ZAMAN AKHIR

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِى بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ يِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
 رواه البخارى


Dari Abdillah bin Amr bin Al 'Ash berkata : Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda :"Sesungguhnya Alloh tidak menggenggam (menghilangkan) ilmu dengan sekali mencabut sehingga Alloh benar-benar mencabutnya dari hamba. Akan tetapi (Alloh menghilangkan ilmu) dengan mewafatkan para ulama'. Sehingga ketika tidak tersisa seorangpun ulama', para manusia mengangkat pemimpin yang bodoh, yang ketika mereka ditanya (tentang suatu hukum) mereka menghukumi dengan tanpa berdasar ilmu (Quran Hadits), maka mereka sesat dan menyesatkan" (HR Bukhori)

عَنْ اَبِى اُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ اَنْ يَذْهَبَ قَالُوا وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللهِ وَفِيْنَا كِتَابُ اللهِ, قَالَ فَغَضِبَ لاَ يُغْضِبُهُ اللهُ ثُمَّ قَالَ ثَكِلَتْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ اَوَلَمْ تَكُنِ التَّوْرَاةُ وَاْلإِنْجِيْلُ فِى بَنِى إِسْرَاﺋِﻴْﻞَ, فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمْ ﺷَﻴْﺌًﺎ, إِنَّ ذِهَابَ الْعِلْمَ اَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ, إِنَّ ذِهَابَ الْعِلْمَ اَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ
رواه الدارمى 245


"Dari Abu Umamah dari Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam bersabda ; "Mencarilah ilmu sebelum ilmu itu hilang!, Sahabat bertanya : "Bagaimana ilmu itu bisa hilang wahai Nabiyulloh, padahal ada Kitab Alloh di kalangan kami ?". Abu Umamah berkata : Maka Nabi marah yang tidak pernah Alloh membuat Nabi marah seperti itu, kemudian Nabi bersabda : "Kalian kehilangan ibu kalian ! Bukankah telah ada Taurot dan Injil di kalangan Bani Isroil, tapi keduanya tidak mencukupi bagi mereka (sehingga akhirnya keaslian kedua kitab itu hilang). Sesungguhnya hilangnya Ilmu adalah bila telah hilang (wafat) si pembawa ilmu 2x !" (HR Ad Darimi 245)

6.ANCAMAN BAGI AHLI ILMU

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
 سورة البقرة 44


Mengapa engkau perintahkan manusia (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)-mu sendiri, padahal engkau membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS Al Baqoroh 44)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ  كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ
 سورة الصف 2-3


Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang kalian (sendiri) tidak perbuat?—Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan (QS As Shof 2-3)

عَنْ اَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الزَّابَانِيَةُ اِلَى فَسِقَةِ حَمَلَةِ الْقُرْاٰنِ اَسْرَعُ مِنْهُمْ اِلَى عَبَدَةِ اْلاَوْثَانِ فَيَقُوْلُوْنَ يُبْدَأُ بِنَا قَبْلَ عَبَدَةِ اْلاَوْثَانِ فَيُقَالُ لَهُمْ لَيْسَ مَنْ يَعْلَمُ كَمَنْ لاَ يَعْلَمُ
رواه الطبرانى


"Dari Anas berkata : bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Malaikat Zabaniyah lebih cepat (lebih dahulu menyeret ke neraka) bagi orang fasiq dari kalangan pembawa Quran daripada penyembah berhala, maka para pembawa Quran berkata : Mengapa kami lebih dahulu (disiksa) daripada para penyembah berhala ?. Maka dikatakan bagi mereka : Tidaklah sama antara orang yang tahu (berilmu) dan orang yang tidak tahu (tidak berilmu)" (HR At Thobroni)

أَشَدُّ النَّاسِ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَمْكَنَهُ طَلَبُ الْعِلْمِ فِى الدُّنْيَا فَلَمْ يَطْلُبْهُ وَرَجُلٌ عَلَّمَ عِلْمًا فَانْتَفَعَ بِهِ مَنْ سَمِعَهُ مِنْهُ دُوْنَهُ
 رواه ابن عساكر


"Paling menyesalnya manusia di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mempunyai kesempatan untuk mencari ilmu (Quran Hadits) di dunia tetapi dia tidak mencarinya. Serta seorang laki-laki yang mengajarkan ilmu (Quran Hadits), maka orang yang diajarkannya dapat mengambil manfaat (dapat mengamalkannya), selain dia (dia malah tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu yang ia ajarkan)" (HR Ibnu Asakir).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
 رواه الترمذي


Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang dia ajarkan kepadanya, kemudian dia menyimpannya, maka dia diikat di hari Qiamat dengan tali dari api " (HR Tirmidzi)

7.ADAB BAGI AHLI ILMU

وَقَالَ عَلِيٌّ حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُولُهُ
 رواه البخاري


Berkata Ali : "Berceritalah kepada manusia (tentang ilmu) sesuai dengan apa yang mereka ketahui. (sesuai tingkat pemahaman mereka—ket). Apakah kalian senang jika Alloh dan Rosul-Nya didustakan (hanya karena kalian menerangkan sesuatu diluar daya pemahaman mereka) ? (Riwayat Bukhori)

8.ANCAMAN MENCARI ILMU TIDAK KARENA ALLOH

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِغَيْرِ اللهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ اللهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
 رواه ابن ماجه 258


Dari Ibnu Umar berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa mencari ilmu karena selain Alloh atau dia menghendaki dengan ilmu tersebut pada selain Alloh, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di Neraka !" (HR Ibnu Majah 258)

عَنْ¬ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيْحَهَا
 رواه ابن ماجه 252


Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa Sallam : "Barangsiapa yagn belajar ilmu (Al Quran—Al Hadits), dari apa-apa (yang seharusnya) dicari wajah Alloh dengan ilmu tersebut, (tetapi) dia tidak mempelajarinya kecuali agar dia dapatkan kesenangan dunia dengan ilmu tersebut, maka tidak akan dia jumpai baunya surga di hari Qiamat, yakni (Nabi menghendaki pada) bau wanginya surga" (HR Ibnu Majah

By

R. Rahmat Sorani
Bangkalan-Madura
085647109313