Kamis, 14 Agustus 2008

Cinta Rasul

Cinta Rasul

Ada salah satu nasehat yang saya dengar di pengajian tadi malam yang sangat menarik perhatian saya. Pertama, karena termasuk jajaran hadist 'baru' buat saya. Dan kedua, waktu disampaikan, penyampainya tidak memberikan keterangan yang lebih detail (mungkin dilupakan mengingat waktu yang sudah hampir habis). Jadilah membuat penasaran untuk mengkaji lebih jauh.

Hadist tersebut diriwayatkan dari Abu An-Nashr dan Dailami. Suatu riwayat yang asing buat saya. Thus, saya juga tidak punya referensinya, sehingga semakin menambah penasaran saya. Arti hadist tersebut kurang lebih begini, “Ajarilah anak-anak kalian atas tiga perkara, (1) cinta Nabi kalian, (2) cinta kepada keluarganya Nabi, dan (3) membaca alquran, maka sesungguhnya pembawa Alquran itu di dalam naungannya Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya beserta para Nabi dan keluarga Nabi.”

Berkaca pada tema nasehat tsb yaitu menekankan masalah pembinaan usia dini, rasanya banyak yang harus kita lakukan. Menurut hadist di atas kelihatannya banyak orang tua yang belum mengajarkan masalah cinta kepada Nabi, apalagi keluarganya. Dan bagaimana bentuk cinta itu, kadang masih absurd buat kebanyakan kita. Kenapa saya katakan demikian? Nyatanya pada penyampaian dalil tersebut, penyampai (di tempat saya) tidak merinci dengan jelas bentuk dan cara mencintai Nabi dan keluarganya. Dan secara kontekstual hadist ini memang lebih menyorot pada poin ke 3 yaitu menguasai Alquran dan fadhilahnya. Oleh karena itu, perlu rasanya kita gali informasi bagaimana cara mencintai Nabi dan keluarganya, untuk kemudian kita bisa mengajarkannya.

Salah satu dalil yang sering saya dengar, awal-awal belajar mengaji dulu adalah begini,” Man ahya sunnatii faqod ahabbanii, waman ahabbani kaana ma’ii fil jannah - Barangsiapa yang menghidup-hidupkan sunnahku, sungguh dia cinta kepadaku. Dan barangsiapa yang mencintai aku maka dia akan bersamaku di surga.” (sayang saya belum menemukan referensinya). Bersandar pada dalil ini (jika tidak dhoif), setidaknya menjadi sedikit jelas bagaimana kita mencintai Nabi dan keluarganya. Masalahnya kita tidak lagi hidup sejaman dengan Nabi SAW. Mudah – mudahan dalil ini bisa menjadi acuan buat kita. Jadi konteks mencintai Nabi adalah dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Terlebih di saat manusia yang lain meninggalkannya. Mulai dari apa yang dikerjakan Nabi, apa yang disetujui Nabi dan apa yang menjadi cita-cita (iqror) Nabi SAW. Inilah esensi cinta itu. Tapi bagaimana memulainya?

Pertama, di kita ada idiom tak kenal maka tak sayang. Jadi kenalkanlah kepada anak-anak kita nama Nabi kita SAW beserta gelarnya. Juga nama istri-istrinya, anak-anaknya dan cucu-cucunya. Saya berani bertaruh, banyak diantara kita yang belum kenal gelar Nabi SAW, apalagi nama kesembilan istrinya. Pun kelima anaknya dengan Khadijah. Jadi proses pengenalan ini saya anggap penting juga dalam rangka mencintai Nabi SAW dan keluarganya. Bisa lewat cerita – tutur tinular, dongeng pengantar tidur, tarikh islam atau cara lain yang inovatif. Dengan tahu nama, dengan kenal nama, diharapkan mampu menumbuhkan sikap ta’dhim terhadap Nabi SAW dan keluarganya. Irene Handono, mantan biarawati yang membelot jadi islam, sering menceramahkan, ”Banyak diantara kita umat islam yang kenal superman, batman, rambo, dora emon, dll, tapi jarang yang mengidolakan bahkan tak kenal siapa itu Hasan, Husen, Fathimah Az-Zahra, Khadijah, Ali dan sederet nama lain yang termasuk keluarga Nabi. Ironis, sungguh ironis.

Nabi mempunyai nama Ahmad atau Muhammad dengan 5 julukan baginya, selain Al-Amin yang beliau sandang sebelum menjadi Nabi.

Dari Mut'im r.a. katanya :
Rasulullah Saw bersabda : 'Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama: Aku Muhammad (yang amat dipuji), *Aku Ahmad (yang banyak memuji)*, Aku yang penghapus karena aku Allah menghapuskan kekafiran, Aku pengumpul yang dikumpulkan manusia dibawah kekuasaanku dan aku pengiring yang *TIADA KEMUDIANKU SEORANG NABIPUN*.(HR. Muslim)

Dari Abu Musa Al Asy'ari r.a. katanya :
'Pernah Rasulullah Saw menerangkan nama diri beliau kepada kami dengan menyebut beberapa nama: Aku Muhammad, *Aku Ahmad*, Aku pengiring dan pengumpul, Nabi (yang menyuruh) tobat dan Nabi (yang membawa) rahmat.' (HR. Muslim)

Adapun istri-istrinya, yang pertama Adalah Khadijah binti Khuwailid. Selanjutnya sepeninggal Khadijah, Nabi memiliki 9 istri dan 2 budak sebagai berikut:

Saudah binti Zum'ah
Aisyah binti Abu Bakar
Hafsah binti Umar Al-Khattab
Zainab binti Jahsyin
Zainab binti Khuzaimah
Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umaiyah)
Ummu Habibah (Ramlah binti Abi Sufian)
Maimunah binti Al-Harith
Shofiah binti Huyayyin
Juwairiyah
Mariyah Al-Qibtiyah

Adapun anak-anak Nabi (kesemuanya dari Khodijah) adalah sebagai berikut:

Al-Qasim
Abdullah
Zainab
Ruqaiyah
Ummu Kultsum
Fatimah
Ibrahim (dari Mariyah Al-Qibtiyah)

Kedua yang tak kalah penting adalah membacakan sholawat atas Nabi SAW dan keluarganya. Hal ini banyak disinggung dalam hadist dan merupakan bentuk konkret ujud cinta yang sebenarnya. Sholawat ini merupakan bentuk cinta yang tidak kenal masa dan usia. Siapa saja dan kapan saja bisa melakukannya untuk memanifestasikan rasa cinta dan senang kepada Nabi SAW beserta keluarganya. Bahkan sebutan bakhil pun disematkan bagi mereka yang tidak mau membaca sholawat Nabi. Sunan Tirmidzi meriwayatkan:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى وَزِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حُسَيْنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

... dari Ali bin Abi Tholib, berkata dia, bersabda Rasulullah SAW, ”Orang yang bakhil adalah orang yang ketika disebut aku di sisinya maka tidak mau membaca sholawat dia atasku.”

Bagaimana membaca sholawat? Ada yang panjang ada yang pendek, seperti bacaan sholawat pada tahiyat sholat. Dan itulah yang kita pakai untuk mewujudkan cinta Nabi dan keluarganya yaitu dengan membacakan sholawat di luar sholat, tentunya.

أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ فِي حَدِيثِهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ قَالَ سَأَلْتُ زَيْدَ بْنَ خَارِجَةَ قَالَ أَنَا سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَيَّ وَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ وَقُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

…dari Musa ibnu Tholhah berkata dia, aku berkata pada Zaid ibnu Khorijah, dia berkata, aku bertanya pada Rasululah SAW, maka bersabda Rasulullah SAW membacalah sholawat kalian atasku dan mempersungguhlah kalian di dalam berdoa dan berkatalah Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad. (Rowahu Sunan Nasaai, Kitaabu As-Sahwi)

Nah, baru yang ketiga secara keseluruhan kita bisa mengatakan berdasar dalil pertama di atas untuk mewujudkan cinta Nabi dan keluarganya yaitu menghidupkan sunah-sunahnya secara keseluruhan dan bertanggung jawab.


Ayo yoo… mulai yooo…… Udah kok ……..!!!! Alhamdulillah

By : Faizunal Abdillah ~ MilisJokam

Tidak ada komentar: